NASIONAL - Belakangan ini, wacana meliburkan kegiatan belajar mengajar selama satu bulan penuh pada Ramadan 2025 menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Wacana tersebut digagas oleh Kementerian Agama sebagai langkah untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih fokus menjalankan ibadah puasa dan memperdalam pemahaman agama.
Wakil Menteri Agama, HR Muhammad Syafi’i, dalam sebuah pernyataan, menjelaskan bahwa Kementerian Agama tengah mempertimbangkan libur penuh Ramadan untuk madrasah dan pondok pesantren. Namun, kebijakan serupa untuk sekolah umum masih dalam tahap pembahasan.
“Kami memahami kebutuhan umat Islam untuk memanfaatkan bulan Ramadan dengan sebaik-baiknya. Namun, kebijakan ini perlu mempertimbangkan banyak aspek, termasuk dampaknya terhadap kalender akademik,” ujar Syafi’i dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Dukungan dan Tantangan
Sejumlah pengamat sosial dan keagamaan memberikan tanggapan positif terhadap wacana ini. Menurut Anwar Abbas, seorang pengamat sosial keagamaan, kebijakan ini akan memberikan ruang lebih bagi siswa untuk menjalankan ibadah puasa, tarawih, serta berbagai kegiatan keagamaan lainnya.
“Namun, pendidikan tetap harus berjalan. Solusinya bisa melalui pembelajaran daring agar siswa tetap mendapatkan materi akademik meskipun tidak bersekolah secara langsung,” jelasnya.
Di sisi lain, tantangan muncul dari kalangan orang tua dan tenaga pendidik. Sebagian orang tua khawatir bahwa libur panjang tanpa pembelajaran terstruktur dapat memengaruhi capaian akademik siswa. Selain itu, para guru mengingatkan pentingnya menyesuaikan kalender akademik agar tidak mengganggu target penyelesaian kurikulum.
Belum Ada Keputusan Resmi
Hingga saat ini, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2025, belum ada ketetapan mengenai libur nasional khusus selama Ramadan. Masyarakat masih menunggu pengumuman resmi dari pemerintah terkait implementasi kebijakan ini.
Di Jambi, tanggapan masyarakat terhadap wacana ini beragam. Fitri, seorang ibu rumah tangga, menyatakan dukungannya. “Kalau benar libur, anak-anak jadi bisa lebih fokus ikut kegiatan Ramadan seperti pesantren kilat,” ujarnya. Namun, berbeda dengan Edi, seorang pegawai swasta, yang berpendapat bahwa libur panjang bisa membuat siswa kehilangan ritme belajar.
Harapan untuk Ramadan 2025
Wacana ini diharapkan dapat menjadi solusi yang baik untuk mendukung pelaksanaan ibadah selama Ramadan tanpa mengorbankan hak pendidikan siswa. Kebijakan yang seimbang dan inklusif menjadi harapan semua pihak agar manfaat dari wacana ini dapat dirasakan secara optimal.
Masyarakat Jambi diminta tetap menunggu pengumuman resmi dan terus memberikan masukan agar kebijakan ini bisa dijalankan dengan tepat.